Minggu, 24 Juli 2011
SANGIRAN OH SANGIRAN
Posted on 23.43 by ksatria bumi
(ikut Lomba Happy Holiday )
Matahari semakin menguning ketika laju kendaraan melucur deras menapaki jalan beraspal yang tidak begitu bagus didaerah purwodadi. Aku dan Sigit berangkat ke Solo via Purwodadi dari kampus Politeknik Tembalang Semarang. Sabtu ini untuk mengisi week end sengaja kita berniat untuk mengikuti pelatihan yang diadakan Kopma UNS Solo, kita memang sebelumnya belum pernah kenal apa lagi berkunjung ke sana, tapi kita niatkan untuk mencari ilmu dan memenuhi undangan sekaligus silahturahim. Daripada bengong di kos , kali ini liburan kita isi dengan yang lebih bermanfaat, meskipun modalnya modal nekat, bagaimana tidak nekat? Aku aja sudah tidak punya uang sepeserpun, mengandalkan sigit sebagai bendaharawan Kopma, Anggap saja ini tugas dinas luar kota jadi dibiayai oleh kantor. Hehehehe.
Berbekal alakadarnya kita berangkat menuju kota Solo dengan motornya Sigit, sebenarnya dia sudah memberikan warning bahwa motornya “tidak sehat”, ban bagian belakang sudah halus. Namun dengan semangat membara akhirnya aku putuskan tetap berangkat demi mecari pengalaman baru dan bertemu teman – teman satu profesi yaitu sama – sama aktif diKopma. “Silahturahmi yang diutamakan semoga bertemu yang di idamkan” begitu bunyi suatu syair nasyid. Perjalanan dua jam tidak terasa karena Sang bendahara melajukan motor kesayangannya dengan kencangnya tanpa ampun. Solo telah gelap ketika kami samapai, dan mulailah petulangan di kota budaya itu. Berdasarkan informasi bahwa acaranya di kampus UNS ( Universitas Sebelas Maret ) Surakarta maka kita segera meluncur ke tempat kejadian perkara, karena sama – sama belum pernah ke kempus itu alhasil macet di jalan dan awal trgedi mulai Nampak. Sampai di Terminal Tirtonardi dengan sangat percaya diri Sigit mendaratkan motornya masuk kedalam terminal dengan maksud akan bertanya kepada petugas di Terminal tersebut dari pintu gerbang utama dan dengan tempo sesingkat – singkatnya sebuah suara keluar dari TOA “ kepada pengunjung yang membawa sepeda motor mohon jangan memasukkan motor ke dalam terminal, harap segera keluar dan diparkirkan di sebelah barat terminal terima kasih!!” yahh, malu karena suara pengeras itu kita diliatin orang – orang sekitar ketahuan kalau tidak pernah ke Solo. Akhirnya motor melesat menjauhi sumber suara dan coba mencari tempat untuk meredakan jantung yang hampir copot gara – gara suara TOA dari terminal tadi. Selang waktu kemudian kita coba berputar – putar untuk menemukan keberadaan kampus tersebut, kita coba tanya kepada abang becak yang ganteng – ganteng yang sedang nongkrong di pinggir jalan menunggu penumpang, “ Pak ngertos kampus UNS??” tanyaku pada salah seorang abang becak “ oh sana mas, Universitas Slamet Riyadi kan??? “ karena dalam keadaan panik dan lapar “akut” aku pun mengiayakan saja dan segera melesat menuruti arah telunjuk jari abang becak itu, ternyata jalan tak berujung yang di dapat. Tidak ada kampus yang terlihat. Sigit sudah mulai menggerutu minta pulang, sampai bertemu seoarng ibu – ibu sedang meyanpu jalan
“ibu nyuwun pirso kalo kampu UNS situ dimana nggih??” Tanya sigit gentian
“ oh mas UNS itu sana.” jarinya menunjuk arak sebaliknya dari jalan itu. Subhanalloh, ternyata salah dan segera setelah berterima kasih kita langsung meluncur tanpa tanya tepatnya di mana?. Sampai di rel kereta bingung karena banyak cabang jalan di sana, akhirya tanya lagi abang becak lagi namun dengan wajah yang berbeda. “Pak UNS tuh mana??” “oh Universitas Slamet Riyadi yah di sana mas, njenegan nyebrang jalan itu terus lurus saja. “ aku pun mengamati gerak gerik jemari Pak tua itu sekaligus mengapalnya. Dan dapat!
Laju motor menuju arah yang disarankan dengan pasti, terlihat gedung besar seperti tempat kuliah kebanyakan, lega sedikit membayang dalam hati namun urung diucapkan ketika papan nama tempat itu memang benar seperti kata abang becak tadi Universitas Slamet Riyadi (UNISRI) bukan UNS (Universitas Sebelas Maret ) astagfirulloh akibat tidak konsen tadi jadi tidak perhatikan pembicaraan dari abang becak tersebut. Akhirnya kita putuskan untuk menelfon contact person dari kegitaan tersebut yaitu Ttuti yang dengan semangatnya mangajak kita untuk ikut acara itu. Kita putuskan untuk kembali ke terminal, mencari wartel untuk menelfon dia.
“Assalmualaikum, Mb Tuti ini kita sudah sampai di Tirtonardi bisa jemput??” cerocosku ketika telpon telah tersambung.
“wa’alikumusalam, maaf mba Tutik sedang mandi, ini siapa??” terdengar suara di seberang telefon.
“Astagfirulloh, dasar udik kenapa tidak tanya dulu ini bener yang dituju apa tidak.” gerutuku dalam hati,
“ eh maaf, ini Latif dari Semarang bu, badhe pinaggeh mba Tuti ada?’
“ya di tunggu dulu yah, atau telfon lagi barang 10 menitan”
“iya bu, suwun”
Klek!!
Sepuluh menit berlalu, kembali aku telfon Tuti dan Alhamdulillah bisa ketemu langsung dengannya, dan menyanggupi untuk menjemput ke terminal. 15 menit kita menunggu di depan wartel, mau makan uang mepet, tidak makan lapar, akhirny diputuskan untuk mengkonsumsi udara yang sehat saja (O2 murni) kenyank – kenyak. Yang ditunggu telah tiba, ternyata meembawa teman satu lagi dikira kita naik bis jadi mereka menjemput berdua. Akhirnya kita bertiga berangkat menuju tepat kegiatan, lho, arahnya ko ke arah ketika berangkat tadi?, mau kemana ini? namun belum sempat bertanya tiba – tiba sampai suatu jembatan, Bes.!!!Gluduk – Gluduk..!! Innalilliahi, ban motor sigit bocor. Tuti dan temannya yang melihat dari spion kendaraan kita melambat akhirnya berputar arah dan menanyakan apa yang terjadi, dan hebatnya lagi di sekitar daerah itu tidak ada tambal kban, akhirnya motor harus didorong. Sesi pertama tentu sang supir yang mendorong, sampai akhirnya aku gantikan. Kemudian sinyal kehidupan datang ketika meliahat di seberang jalan ada tulisan tambal ban, akhirnya dipacu dengan semanagat tinggi kendaraan tersebut sampai ke tempat tambal ban. Dan atas usaha yang maksiaml tamabal ban dapat di capai dengan waktu setengah jam perjalanan entah brapa kilo kalau di konversikan, keringat bercucuran aroma terapi semerbak menambah khas bau badan. Sambil menungu ban yang ditambal kita pun mengobrol dan berkenlan serta tau kalau sebenarnya acaranya di Sangiran, yaitu museum purbakala yang ada di Kabupaten Sragen. Pikir ku, tahu begini tadi tidak usah capek – capek sampai Terminal dan mengalami tragedi kesasar plus TOA indah tadi, namun nasi sudah menjadi bubur dan bubur pun sudah habis terjual. Alhasil setelah 30 menit berlalu roda kebali bisa menggelinding seperti sedia kala. perjalanan kembali dilanjutkan menyusuri jalan yang sudah mulia gelap gulita karena waktu sudah amenunjukkan pukul 9 malam.
Sampai di sana disambut dengan senyuman oleh panitia yang lain meski terlihat basah kuyub karena keringat membasah baju kami. Lega, sedikit melirik kearah ruang makan tapi sudah ahbis, sedang sigit mulai mendaftar, dan ternyata uang yang di bawanya tidak mencukupi untuk 2 orang. Akhirnya dengan muka memelas kita bisa diberi keringanan pembayaran. Sampai di asrama kita disambut kembali dengan peserta yang sudah datang. namun kembali terjadi tragedi, karena ketika mau mandi kerannya mati!!No water!!. Komplit sudah tragedi hari itu, akhirnya kita tidur dengan aroma terapi yang masih melekat dalam badan ini. Namun satu hal yang cukup mengesankan kita bisa bersilahturahmi dengan teman – teman yang lain, itu sebagai penawar atas derita selama satu malam itu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar